SPACE IKLAN

PASANG IKLAN disini HUBUNGI ARYO 085694952636

SPACE IKLAN

PASANG IKLAN disini HUBUNGI ARYO 085694952636

SPACE IKLAN

PASANG IKLAN disini HUBUNGI ARYO 085694952636

SPACE IKLAN

PASANG IKLAN disini HUBUNGI 085694952636

SPACE IKLAN

PASANG IKLAN disini HUBUNGI ARYO 085694952636

Minggu, 13 Oktober 2013

ber QURBAN

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil); Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil; Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Mai’dah : 27).

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata; “Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!, Ia menjawab; “Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. as-Shaffat : 102).

Masa Nabi Adam As.
Mungkin dua ayat inilah yang tepat dijadikan sebagai landasan mengapa Qurban ada, serta disyariatkan hingga sekarang dan dinilai sebagai ibadah, layaknya shalat dan puasa. Dari dua ayat di atas juga, Allah ‘Azza wa Jalla secara jelas memerintahkan kepada para hamba-Nya agar melaksankan ibadah kurban. Karena tujuan inti dari ibadah kurban adalah mendekatkan diri kepada-Nya dan merupakan bentuk kepasrahan kita sebagai hamba kepada sang khaliq Allah ‘Azza wa Jalla. Apabila kita kaji dari segi bahasa, Qurban berasal dari kata Qaraba dengan isim mashdar Qurbanan yang berarti dekat. Karena itu, tujuan dasar dari ibadah qurban adalah mendekatkan diri kepada sang Khaliq (Taqarrub ilaallah).
Menurut riwayat sejarah yang tidak diragukan lagi kebenarannya (Al-Qur’an), ibadah kurban pertama kali ada dan dilaksankan adalah pada masa nabi Adam As. Yang dilakukan oleh kedua putranya yakni Qabil dan Habil. Keturunan nabi Adam As. yang lahir selalu kembar, diantaranya yakni Qabil dengan Iqlima dan Habil dengan Lubada. Maka Allah memerintahkan kepada nabi Adam As. untuk menihkan anak-anaknya dengan cara bersilang. Yakni Qabil akan dinikahkan dengan saudari kembar Habil (lubada), begitupun sebaliknya. Namun karena Qabil keras kepala dan kurang taat terhadap perintah ayahnya. Maka dia menolak perintah tersebut, dengan alasan dia bersikukuh ingin dinikahkan dengan saudari kembarnya sendiri yakani Iqlima yang lebih cantik dari Lubada. maka dengan bijak nabi adam memerintahkan mereka berdua untuk melakukan upacara qurban. dengan ketentuan qurban yang diterima maka dialah yang menang dengan kata lain akan dinikahkan dengan Iqlima. Qabil dengan keterpaksaan yang ada, menyerahkan hasil berkebunnya berupa buah-buahan dan sayur mayur. Sedangkan Habil dengan hati yang ikhlas  dan penuh kepasrahan menyerahkan seekor domba dari hasil mengembalanya. Setelah upacara dilaksanakan, ternyata Allah lebih memilih seekor domba yang diberikan oleh Habil dengan penuh rasa ikhlas dan kepasrahan. Dari sinilah mengapa makna ibadah qurban adalah Taqarrub Ilallah.

Kisah Qabil dan Habil dijelaskan Allah dalam Firman-Nya: “Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil); Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil; Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Mai’dah : 27)

Masa Nabi ibrahim As.
Dan yang kedua adalah dari kisah mulia nabi Ibrahim As. dan putranya nabi Ismail As. Dari beberapa riwayat diceritakan, nabi Ibrahim As. adalah seorang kepala keluarga dan telah membina bahtera rumah tangga begitu lama hingga menginjak masa tua. Bahtera rumah tangga yang selalu dihiasi cinta kasih sayang bersama istrinya Siti Sarah. Istri tercinta yang selalu dapat mengisi kekurangan dan kesepian yang mendera dalam kehidupan. Namun ada suatu kendala begitu mendasar yang menjadikan bahtera rumah tangga itu terasa kurang. Walaupun telah dihiasi dan ditaburi dengan cinta kasih sayang yang tak terkira ukurannya. Dan kekurangan inilah yang selalu diharapkan akan kedatangannya, yakni suara tangis buah hati tercinta. Begitu lama nabi Ibrahim As. memimpikan mempunyai keturunan yang kelak akan bisa meneruskan perjuangannya menyebarkan ajaran yang hanif. Begitu lama nabi Ibrahim As. menanti kedatangan putra yang dinanti-nantikan, namun Allah belum juga mengabulkan permintaan tersebut. Namun dengan kepasrahannya nabi Ibrahim As. tetap sabar menghadapi cobaan itu. Dengan umur yang tidak bisa dibilang muda lagi dan rambut yang sudah mulai memutih nabi Ibrahim As. tiada henti-hentinya berdoa kepada Allah agar mendapatkan keturunan. “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. as-Shaffat : 100)

Allah yang Maha Mengetahui dan Pemurah akhirnya mengabulkan permintaan nabi Ibrahim As tersebut. Beliau diberikan seorang keturunan berjenis kelamin laki-laki kemudian diberi nama Ismail. Namun Ismail lahir bukan dari rahim Siti Sarah melainkan dari rahim Siti Hajar istri kedua nabi Ibrahim As. yang juga merupakan budak beliau. Dengan kedatangan buah hati tercinta ini beliau sangatlah berbahagia. Hampir seluruh waktunya sehari-hari ia habiskan dengan Iismail. Segala bentuk kasih sayang beliau luapkan terhadap Ismail, sebagai bukti bahwa nabi Ibrahim As. sangat bersyukur atas kemurahan yang diberikan Allah kepadanya. Beliau mengajar dan mendidik Ismail sampa berusia aqil baligh secara langsung, dengan harapan suatu saat nanti Ismail dapat menggantikannya sebagai salah satu utusan Allah. Hingga pada suatu saat datanglah suatu ujian kepada nabi ibrahim, ujian atas kecintaan dan kasih sayangnya tersebut. Allah menguji beliau dengan cobaan yang begitu berat yakni suatu perintah yang disampaikan melalui mimpi (ru’yah shadiqah).
Ujian yang seakan meremukkan hatinya. Ujian yang begitu memilukan jiwa dan pikirannya. Mungkin beliau akan lebih memilih ditimpa dengan seribu gunung dari pada harus melaksanakan perintah suci ini. Yaitu perintah untuk menyembelih Ismail putra tunggal beliau. Seorang putra yang telah ditunggu-tunggu kedatangannya. Seorang putra yang mengisi segala hidup, menjadi inspirasi dan kekuatan beliau dalam berdakwah dalam menyampaikan ajaran yang hanif. Namun secara tiba-tiba Allah menyuruh beliau untuk menyembelihnya, dengan datangnya tanda-tanda perintah menyembelih ismail lewat mimpi itu sebanyak tiga kali. Ini seperti suatu tindakan yang mustahil beliau lakukan. Bagaimana mungkin beliau akan menyembelih buah hatinya, buah cinta kasih sayangnya, yang beliau impi-impikan begitu lama. Bagaimana mungkin seorang ayah tega membunuh putra terkasihnya, putra yang akan menggantikan tugas mulia dari seorang utusan Allah.

Namun dengan segala kecintaan, kepasrahan dan ketaqwaannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla nabi ibrahim begitu yakin akan melaksanakan perintah tersebut. Dengan berat hati beliau sampaikan perintah tersebut kepada ismail putra tersayangnya. Seperti yang diceritakan Allah dalam firman-Nya.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata; “Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!, Ia menjawab; “Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah  engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. as-Shaffat : 102).

Dengan persiapan yang begitu matang, baik tempat dan pisau yang sudah diasah begitu tajam. Maka nabi ibrahim, siti hajar dan ismail sudah siap untuk melaksanakan tugas suci dari Allah ini. Namun sebelum tugas dilaksanakan, Syaitan Laknatullah mengetahui perihal tersebut dan mengganggu mereka supaya membatalkan perintah yang begitu berat itu. Dengan segala cara syaitan mulai membujuk mereka bertiga, tapi dengan segala keyakinan mereka tidak terbujuk sama sekali. Malah sebaliknya nabi ibrahim bersama siti hajar dan ismail melempari syaitan tersebut dengan batu, yang menjadi tradisi melempar jumrah dalam ibadah haji hingga saat ini.

Ketika pisau sudah didepan tenggorakan dan siap menembus kerongkongan memutus pipa kehidupan, denga memjamkan mata dan menyebut nama Allah nabi ibrahim siap mengayunkan pisau memutus tenggorokan dari asal kodratnya. Namun ketika pisau telah menembus dinding kerongkongan yang dapat dirasakan oleh nabi ibrahim, beliau sedikit heran. Dengan ismail yang tidak mengeluarkan suara sama sekali, dan ketika beliau meulai membuka mata. Sekali lagi keajaiban terjadi, sebelum nabi ibrahim memutus tenggorokan ismail jadi dua, Allah mengantinya dengan seekor kambing besar. Hal ini yang membuat nabi ibrahim lebih cinta dan bertaqwa kepada sang penguasa jagad raya Allah ‘Azza wa Jalla.

Indahnya Ibadah dalam Qurban
Dengan sekelumit cerita diatas yang mengajarkan kepada kita bahwa makna berkurban adalah suatu ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka mari kita sebagai seorang yang mampu untuk dapat berkurban. Mari kita tumbuhkan semangat berkurban di tengah bencana yang melanda negeri tercinta. Mari kita tumbuhkan rasa solidaritasa terhadap sesama yang membutuhkan. Mari kita jadikan berkurban sebagai sarana ibadah mendekatkan diri kepada sang khaliq dan ibadah kepada sesama saudara kita yang membutuhkan bantuan. Begitu mulia ibadah berkurban yang dalam pelaksanaanya mengandung dua jenis ibadah sekaligus, hablu minallahi wa hablu minan nasi.
Sekian. Semoga bermanfaat. Amin,….!!





Senin, 15 Oktober 2012

Berhajilah

Syaikh ‘Utsaimin berkata: Dan makna sabda Nabi 
“Barang siapa yang menunaikan haji, dengan tidak berbicara kotor dan tidak mencaci maka diampuni dosanya seperti bayi yang baru dilahirkan”, apabila seseorang berhaji dan menjauhi apa-apa yang Allah haramkan, berupa rafats yaitu behubungan suami istri, fusuq yaitu menyelisihi ketaatan, dan tidak meninggalkan apa-apa yang Allah wajibkan, serta tidak melakukan apa yang Allah haramkan. Maka apabila dia menyelisihi hal ini berarti dia berbuat fusuq/fasiq. Kesimpulannya, apabila seseorang berhaji, dan tidak berbuat fusuq dan rafats maka ia kembali dari haji dalam kondisi bersih dari dosa. Sebagaimana seseorang keluar dari perut ibunya tanpa membawa dosa, maka orang yang haji dengan memenuhi syarat ini maka dia menjadi bersih dari dosa.(fatawa Ibnu Utsaimin 20/21)

Rasulullah saw bersabda, ''Apabila seorang jemaah haji berangkat menunaikan ibadah haji dengan harta yang halal dan menginjakkan kakinya di kendaraannya, kemudian ia membaca Talbiah: “Labbaik Allahumma Labbaik.'' Maka ada suara (jawaban) dari langit: ''Aku terima panggilanmu dan berbahagialah kamu, karena bekalmu halal, kendaraanmu halal, hajimu mabrur tidak mengandung dosa (ma'zur). Dan, apabila seorang jemaah haji berangkat dengan uang haram dan dia menginjakkan kaki di kendaraannya kemudian dia membaca Talbiah, ''Labbaik Allahumma Labbaik.'' Maka ada suara (jawaban) dari langit: ''Tidak ada Labbaik dan tidak ada kebahagiaan bagimu karena bekalmu haram, kendaraanmu haram, hajimu penuh dosa tidak diterima (tertolak). (HR At-Thabrani
dalam mu’jam al ausath ).

Haji merupakan ibadah yang sangat kompleks karena seseorang yang menunaikannya dituntut untuk menunaikan tiga aspek ibadah sekaligus yaitu ibadah harta, perkataan, dan perbuatan sebagaimana ibadah haji juga membutuhkan kesabaran, kelembutan, kasih sayang, serta jihad jiwa.
Haji juga memiliki banyak manfaat baik duniawi maupun ukhrawi. Diantara manfaat tersebut adalah:
  1. Meluruskan keyakinan/aqidah dan mengesakan Allah dalam peribadatan serta menyatukan barisan kaum   muslimin dengan pendidikan keimanan dan pembersihan jiwa.
  2. Ibadah haji mengajarkan manusia bahwasanya tidak ada kebahagiaan yang hakiki kecuali dengan mengikuti petunjuk Rasulullah saw dan sunnahnya baik dalam keyakinan, perbuatan, dan akhlak. Rasulullah saw bersabda, “ambillah dariku cara menunaikan ibadah haji kalian.”
  3. Haji mengajarkan kepada kita untuk bersikap tengah-tengah dalam segala urusan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda kepadaku pada hari Aqabah, “ambillah untukku kerikil, lalu aku memungut kerikil sebesar ujung jari kemudian beliau menggenggamnya dan bersabda, “dengan kerikil seperti inilah hendaknya kalian melempar jamarat.” Kemudian bersabda lagi, “Wahai manusia, jauhilah oleh kalian sikap ekstrim dalam beragama karena sesungguhnya yang telah membinasakan umat-umat sebelum kalian adalah sikap ekstrim (ghuluw) dalam beragama.”
Sikap tengah-tengah merupakan manhaj para nabi dan sahabatnya yang hendaknya diikuti oleh setiap muslim.
Haji merupakan mu’tamar internasional bagi kaum muslimin untuk menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian dan memuliakan kehormatan manusia. Allah swt berfirman: (QS. Al-Hajj: 30). Rasulullah saw juga bersabda dalam khutbah beliau ketika haji wada’, “Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram sebagaimana keharaman hari kalian ini di negeri kalian ini dan dibulan ini.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Selasa, 10 Juli 2012

MARHABAN YA RAMADHAN

Ramadhan nan suci segera tiba, bulan yang sangat istimewa diantara bulan-bulan yang lain, tahukah kamu bahwa dibulan ini semua pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup. Demikian istimewa Allah melipat gandakan semua amal kebaikan. Merugilah orang-orang yang menyia-nyiakannya.

Sebelum datang Ramadhan hendaknya kita saling memaafkan, karena diriwayatkan menjelang Ramadhan Malaikat Jibril berdo'a  diamini Rasulullah dan para Sahabat. Coba kita bayangkan betapa mustajab do'a ini yang berdo'a nya saja Malaikat dan yang mengamininya Rasulullah dan para Sahabat ditambah dilakukan pada hari yang paling baik diantara hari-hari yang lain yaitu hari jum'at, bahkan diamini sebanyak 3 kali oleh Rasulullah tidakkah timbul kekawatiraan pada diri kita, bahwa kita mungkin saja tidak mendapat berkah Ramadhan lewat kemuliaannya. Coba kita perhatikan do'a nya :

"Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, Apabila sebelum memasuk bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut :" 
  1. Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada).
  2. Tidak bermaaf-maafan terlebih dahulu antara kedua suami-istri.
  3. Tidak bermaaf-maafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitar.
Dengan demikian saya atas nama Pribadi dan Keluarga memohon Maaf atas semua kesalahan yang disengaja atau tidak.

MARHABAN YAA RAMADHAN..!!